Masa jabatan Presiden Donald Trump pada tahun 2025 kembali diwarnai berbagai kebijakan dan tindakan kontroversial yang mengguncang publik Amerika Serikat maupun dunia. Dari kebijakan imigrasi hingga pembatasan akses media, langkah-langkah yang diambil Trump disebut-sebut melampaui batas kewenangan demokratis dan memunculkan pertanyaan serius tentang pelanggaran hak asasi manusia.
Pembatasan Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Perintah Eksekutif Baru dan Reaksi Hukum
Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang membatasi kewarganegaraan otomatis bagi anak-anak yang lahir di AS dari orang tua yang tidak berdokumen. Keputusan ini memicu kontroversi besar karena dianggap melanggar prinsip jus soli yang sudah lama dianut Amerika. Mahkamah Agung terlibat dalam polemik ini, dengan membatasi efek nasional dari keputusan pengadilan bawah yang sebelumnya membatalkan kebijakan tersebut.
Kebijakan Deportasi Tanpa Proses Hukum
Pengusiran Imigran dari Zona Konflik
Administrasi Trump mulai menjalankan kebijakan deportasi terhadap imigran yang berasal dari negara-negara dengan risiko tinggi, seperti kawasan konflik bersenjata. Kontroversi muncul karena banyak dari mereka dideportasi tanpa mendapat kesempatan membela diri di pengadilan, yang secara luas dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan dan konvensi hak asasi internasional.
Baca Juga : Trump Umumkan Israel dan Iran Setuju Gencatan Senjata
Pembatasan Akses Pers dan Sensor Media
Penolakan Akses ke Gedung Putih
Presiden Trump secara langsung membatasi akses jurnalis dari media tertentu ke Gedung Putih dan pesawat kepresidenan. Langkah ini diambil setelah media tersebut enggan mengikuti istilah tertentu yang diinginkan presiden dalam pelaporan. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan pers dan menuai kecaman dari banyak organisasi jurnalis.
Militerisasi Protes Sipil
Penurunan Tentara di Wilayah Sipil
Dalam salah satu protes besar di Los Angeles, Presiden Trump memerintahkan pengerahan militer dan Garda Nasional untuk membubarkan demonstrasi. Keputusan ini dikritik keras karena dianggap sebagai bentuk represi militer terhadap warga sipil yang sedang menjalankan hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi secara damai. Banyak pihak menyebut penggunaan militer tersebut sebagai bentuk otoritarianisme terselubung.
Gugatan dan Tuduhan Baru
Masalah Hukum yang Terus Bergulir
Selain kebijakan-kebijakan kontroversial, Trump juga menghadapi berbagai tuntutan hukum terkait dengan kepemilikan saham di perusahaan teknologi sosial miliknya dan upaya meminta kekebalan hukum sebagai pejabat negara. Ia juga terlibat dalam pembatalan program vaksinasi dan revisi kurikulum pendidikan yang memicu demonstrasi besar-besaran di berbagai negara bagian.
Presiden Trump kembali menunjukkan gaya kepemimpinan yang keras dan seringkali kontroversial. Di tengah tensi politik tinggi, kebijakan yang ia jalankan banyak yang menabrak batas norma demokrasi dan hak asasi manusia. Meskipun mendapat dukungan dari sebagian pendukungnya, langkah-langkah ini semakin memperkuat kesan bahwa masa pemerintahannya sarat konflik dan ketegangan sosial. Amerika Serikat kini dihadapkan pada pertanyaan besar: ke mana arah demokrasi akan dibawa dalam kepemimpinan penuh gejolak ini?